Lompat ke isi utama

Berita

Ratnia Solihah : Patronase Dalam Pemilu dan Pilkada Sering Terjadi

Ratnia Solihah : Patronase Dalam Pemilu dan Pilkada Sering Terjadi

BANDUNG – Program E-Volutions Class edisi kali ini menghadirkan Ketua Prodi Ilmu Politik Universitas Padjadjaran sebagai guest lecturer, Dr. Ratnia Solihah,S.IP.,M.Si. pada kesempatan ini wanita yang akrab dipanggil ibu Ratnia  ini menyampaikan proses dinamika terjadinya patronase dalam Pemilu dan Pilkada.

Mengawali penyampaiannya sebagai guest lecturer pada program ini, Ratnia menyampaikan definisi patronase dan bagaimana terjadinya patronase di pemilu dan pilkada Indonesia.

“Patronase merupakan sebuah pembagian keuntungan di antara politisi untuk mendistribusikan sesuatu secara individual kepada pemilih, para pekerja atau pegiat kampanye, dalam rangka mendapatkan dukungan politik dari mereka”, ungkap Ratnia.

Secara umum Patron juga dipahami sebagai orang yang berada dalam posisi untuk membantu klien-kliennya. Dan pada tahap selanjutnya, klien membalas dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan kepada patron.

Ratnia juga menjabarkan proses terjadinya patronase politik dan jaringan yang bekerja dalam pemilu dan pemilihan

“Pada konteks politik, patronase dipahami sebagai pembagian keuntungan di antara politisi untuk mendistribusikan sesuatu secara individual kepada pemilih, para pekerja atau pegiat kampanye, dalam rangka mendapatkan dukungan politik dari mereka”, jelasnya

Bekerjanya Politik patronase secara efektif di dalam masyarakat:

  1. Melalui pembentukan tim kampanye.
  2. Melakukan perjumpaan tatap muka dengan masyarakat pemilih.
  3. Mendistribusikan bantuan kepada masyarakat baik secara individu maupun kelompok.
  4. Diskursus wacana.

Kemudian Ratnia memaparkan asumsi dasar kerangka konsep patronase akan terjadi apabila kedua belah pihak (masyarakat dan elit politik) dapat memperoleh keuntungan-keuntungan dari hubungan yang mereka jalin.

Bentuk dari patronase:

  1. Pemberian uang tunai;
  2. Distribusi barang dengan berbagai proyek;
  3. Sasaran kepada kelompok pemilih loyalis atau pemilih mengambang;
  4. Merupakan strategi kampanye;
  5. Membutuhkan sumber daya yang besar;
  6. Patronase hanya berfungsi terbatas sebagai alat motivasi politik;
  7. Patronase erat kaitannya dengan klientelisme;
  8. Dalam kegiatan pemerintah patronase merupakan imbal balas jasa atas bantuan politik untuk memenangkan salah satu kandidat dengan pola kedekatan;
  9. Hubungan yang bersifat diadik (antara dua orang), hubungan pribadi dan emosional (sahabat, teman loyalis, keluarga dan kerabat).

Dampak negatif yang terjadi adalah Masyarakat pemilih bertendensi untuk tidak melihat figur tapi lebih kepada pilihan politik tokoh (patron) dan efek lanjut dari kerja sama patron ialah membagi-bagi kekuasaan.

Adanya Vote Buying sebagai salah satu bentuk patronase politik yang mempengaruhi perilaku memilih, mencederai terwujudnya pemilu yang demokratis. Suatu pemilu yang demokratis, jujur dan adil (free and fair election) adalah pemilu yang bebas dari kekerasan, penyuapan, dan berbagai praktik curang lainnya yang akan mempengaruhi hasil pemilu.

Politik transaksional pada akhirnya akan merusak sendi-sendi sosial rakyat Indonesia, menjadikan pemerintahan yang korup, dapat menghapus modal sosial rakyat karena ketidakpercayaan terhadap pimpinan yang dipilihnya.