Lompat ke isi utama

Berita

Pancasila dan Penghayatannya

Pancasila dan Penghayatannya

Peringatan “Lahirnya Pancasila” diperingati sudah sejak 2017, bahkan menjadi hari libur nasional. Hari untuk mengenang pidato Soekarno di tanggal 1 Juni 1945. Alkisah pada giliran penyampaian pidato dihadapan anggota sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai) Soekarno menyampaikan usulan tentang dasar Negara Indonesia merdeka yang dinamakan “Pancasila.” Sontak seketika serta merta usulan Soekarno diterima secara aklamasi seluruh khalayak anggota sidang.

Usulan tersebutlah yang kemudian kelak menjadi bahan baku utama untuk digembleng menjadi alat pemersatu bangsa bernama “Pancasila” hingga saat ini. Syahdan, gemblengan “Pancasila” sebagai dasar Negara tentu berproses cukup panjang.  Pasang surut perdebatan tidak terelakkan lagi, mulai dari pembentukan Panitia Sembilan menindaklanjuti gagasan “Pancasila,” hingga tercetus Piagam Jakarta yang melahirkan kontroversi sila pertama 22 Juni 1945. Hingga akhirnya terakomodir sampai disahkan naskah resminya tersebut tanggal 18 Agustus 1945 sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia di tanggal 17 Agustus 1945.

Realita perdebatan panjang itu memperlihatkan bagaimana sisi perwujudan nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang cakap dari para founding father Indonesia, serta bagaimana pertimbangan-pertimbangan yang sangat matang dalam perumusan dasar Negara. Kepentingan bangsa, serta keutuhan Negara sangat kentara diperjuangkan di sana. Bagaimana jika dipaksakan Piagam Jakarta yang menjadi dasar Negara saat ini? Tentu benih-benih perpecahan dan pertentangan akan menyeruak dan tak terelakkan di Indonesia.

Sayangnya, torehan semangat berbangsa dan bernegara dari nilai-nilai Pancasila seakan tergerus zaman, dilibas habis individualisme masyarakat yang kurang memahami Pancasila itu sendiri. Padahal, sebut saja di masa kekuasaan orde baru: rezim pemerintahan Soeharto, Pendidikan Moral Pancasila (PMP) sudah dikenalkan sejak dini. Bayangkan, mulai SD para siswa telah mendapatkan mata pelajaran PMP. Pancasila wajib dihafal.

Wajar bila orang-orang produk zaman orde baru Pancasila hafal diluar kepala. Tidak hanya itu, butir pancasila yang termaktub dalam 5 sila yang berjumlah 45 butir pun wajib dihafal dan dipahami secara baik dan benar. Belum cukup sampai di sana, jenjang selanjutnya dari SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi diberi tambahan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang disingkat (P4).

Melalui P4 inilah setiap pelajar bahkan hingga PNS dan ABRI (kala itu) ditatar agar benar-benar cakap memahami, menghayati hingga mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bernegara. Syahdan, hakikat Pancasila jelas-jelas merasuk dalam benak sanubari manusia pada era itu, termasuk saya yang tak dapat dipungkiri menjadi produk zaman pendidikan orde baru.

Namun, pasca reformasi 1998 hingga saat ini yang digadang-gadang era milenial, PMP dan P4 hanya menjadi serpihan sejarah produk rezim lama dengan hadirnya TAP MPR NO XVIII/MPR/1998 yang telah mencabut dan meniadakan P4. Walhasil secara praktis tak banyak siswa, mahasiswa di zaman ini yang cakap dan hafal bahkan hingga paham dan menghayati hingga mengamalkan butir-butir Pancasila. Ironisnya bahkan kelima sila Pancasila harus terbata-bata bahkan terbalik urutannya ketika diucapkan untuk sekadar diminta disebutkan. Sangat miris.

Sebagai ideologi Negara, falsafah bangsa dan dasar Negara, Pancasila merupakan satu-satunya tumpuan yang menjadi pemersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jiwa nasionalis harus terpateri menggelora dalam sanubari. “Pancasila” harus benar-benar dipahami, dihayati dan diamalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. PMP dan P4 memang sudah tidak ada, namun saat ini telah hadir Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk menjawab kegagapan dari penghayatan Pancasila.

Oleh karenanya, dalam peringatan tahunan ini, bukan lagi hanya menjadi formalitas belaka dengan “cukup” menggelar upacara bendera. Namun, lebih dari itu, Pancasila harus mampu tertancap dalam dada menjadi spirit untuk dihayati bersama sebagai pemersatu bangsa. Pancasila mampu direfleksikan bersama sehingga menjadi penggerak semangat nasionalisme Indonesia. Kegagapan Pancasila harus disingkirkan dari setiap individu masyarakat. Meminjam salah satu lagu dan lirik Iwan Fals, mari sama-sama “Bangunlah Putra Putri Pertiwi” sebab “Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut!”

Selamat Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2020

 

Penulis            :   Mahali, S.Pd

Editor             :   Reza Fauzi Nazar, S.H., M.H